Senin, 10 Januari 2011

Apakah Benar Kiamat Sudah Dekat ?

Kiamat bagi sebagian orang adalah peristiwa magis cenderung komikal, melibatkan naga berkepala tujuh atau jembatan dari rambut dibelah tujuh. Peristiwa ini merupakan intervensi pihak eksternal, yakni Tuhan, yang akan datang menghakimi manusia di hari yang tak terduga.
Lalu, jika tiba peristiwa alam yang meluluhlantakkan sebagian besar Bumi sebelah utara, melenyapkan sebagian besar Eropa, menihilkan kehidupan di Rusia, menyusutkan populasi AS hingga separuh, merusak berat Australia, Jepang, dan menenggelamkan pesisir pantai dunia hingga enam meter, menciutkan populasi Bumi sekurangnya duapuluh persen, lalu membiarkan sisanya dicengkeram iklim ekstrem dan kekacauan global, akankah ini cukup untuk sebuah definisi hari kiamat?
Dengan bukti-bukti yang ia kompilasi dari peradaban kuno Aztec, Maya, Hopi, dan Mesir, Hancock menemukan jejak peradaban yang kecanggihannya melebihi peradaban modern hari ini, tapi hilang sekitar 10,000 tahun SM oleh sebuah bencana katastrofik yang mengempaskan ras manusia kembali ke Zaman Batu. Bukti geologis pun mendukung bahwa Bumi telah beberapa kali mengalami pergeseran iklim.

Suku Maya dikenal sangat obsesif terhadap hari kiamat. Mereka percaya lima siklus kehidupan (atau 'matahari') telah terjadi. Dan sistem canggih kalendar mereka (Hancock meyakininya sebagai warisan dan bukan temuan) menghasilkan perhitungan bahwa matahari ke-5 (Tonatiuh), yakni zaman kita sekarang, berlangsung 5125 tahun dan berakhir pada tanggal 23 Desember 2012 AD. Sementara itu, peradaban Mesir Kuno menghitung siklus axial Bumi terhadap kedua belas rasi bintang. Siklus yang totalnya 25,920 tahun ini bergeser teratur, masing-masing 2160 tahun untuk tiap rasi. Posisi kita sekarang, rasi Pisces, telah menuju penghabisan, bertransisi ke Aquarius dengan pergolakan dahsyat.
Dengan pendekatan yang lebih esoterik, Gregg Braden dalam bukunya "Awakening to Zero Point" meninjau fenomena polar shifting, yakni bertukarnya Kutub Utara dan Kutub Selatan yang ditandai oleh melemahnya intensitas medan magnet Bumi — tercatat sudah turun sebanyak tigapulu delapan persen dibandingkan 2000 tahun lalu dan dipercaya akan sampai ke titik nol sekitar tahun 2030 AD. Fenomena alam ini sudah 14 kali terjadi dalam kurun waktu 4,5 juta tahun.

Di luar dari kontroversi saintifik soal teori Hancock dan Braden, sukar untuk disangkal bahwa Bumi kita memang tak lagi sama. Tahun 1998 tercatat sebagai salah satu puncak perilaku alam yang luar biasa. El Nino, disusul oleh La Nina, lalu Tibet dan Afrika Selatan masing-masing mengalami musim dingin dan banjir terburuk dalam limapuluh tahun terakhir. Memasuki tahun 2005, tsunami memporak-porandakan Asia, lalu Katrina menghantam Amerika Serikat. Entah apa lagi yang akan kita hadapi.
Namun pemahaman kita merangkak lamban seperti siput dibandingkan alam yang bagai kuda mengamuk. Isu pemanasan global membutuhkan satu dekade lebih untuk diakui para skeptis dan birokrat. Di Indonesia, sumber energi alternatif baru ramai dibahas setelah harga BBM melonjak, setelah bangsa ini terlanjur ketergantungan minyak. Isu pengolahan sampah dapur hanya sampai taraf bisik-bisik, itu pun setelah gunung sampah longsor dan memakan korban.

Selain upaya kalangan industri yang dirugikan oleh turunnya konsumsi energi fosil, lambannya respons kita juga disebabkan perkembangan sains ke pecahan-pecahan spesialiasi hingga fenomena yang tersebar acak jarang diintegrasikan menjadi satu gambaran utuh, dan tanpa sebuah model analisa yang sanggup menunjuk satu tanggal pasti, bencana katastrofik ini hanya menjadi wacana spekulatif. Sekarang ini bisa dibilang kita dibanjiri data dan gejala tanpa sebuah kerangka diagnosa.
Pengetahuan kita tentang akhir dunia pun stagnan dalam kerangka mitos biblikal yang sulit dikorelasikan dengan efek panjang kebakaran hutan atau eksploitasi alam, hingga lazimlah jika orang beribadah jungkir-balik demi mengantasipasi hari penghakiman tetapi terus membuang sampahnya sembarangan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman akan bahaya dari pemanasan global, dan tindakan nyata untuk meresponsnya dengan urgensi skala hari kiamat.
Ada tidaknya hubungan knalpot mobil kita dengan cairnya es di kutub, bukankah kualitas udara yang baik berefek positif bagi semua? Lupakan plang 'Sayangilah Lingkungan'. Kita telah sampai pada era tindakan nyata. Banyak hal kecil yang bisa kita lakukan dari rumah tanpa perlu menunggu siapa-siapa. Perubahan gaya hidup adalah tabungan waktu kita, demi peradaban, demi yang kita cinta.

Si Pria Tak Mengenal Lelah

Pagi masih menyisakan rasa dingin. Daun-daun pohon dan rerumputan
masih basah oleh embun. Cicit suara burung mulai terdengar.
Beberaa ekor burung pipit tampak terbang ke arah timur seolah
menuju kaki langit yang memancarkan cahaya jingga.

Ketika cahaya matahari menyentuh pucuk-pucuk pohon,
pintu sebuah rumah sederhana terbuka. Seorang laki-laki keluar dari pintu
membawa cangkul. Ia adalah seorang petani yang rajin bekerja.
Meskipun ladang yang di milikinya tidak meluas, tetapi hasil panennya
selalu melimpah karena Ia pandai mengolahnya.

Setelah berjalan kaki menuruni bukit, Ia sampai di ladangnya.
Ladang itu di tanami berbagai macam tanaman seperti jagung, singkong,
dan sayur-sayuran. Sayur-sayuran tersebut adalah tomat, bayam, selada,
buncis, dan wortel. Semua tanaman itu tumbuh subur dan terawat dengan baik.

Ia pun mulai bekerja. Rumput-rumput yang mengganggu tanaman di bersihkannya
dengan cangkul, ranting-ranting di potongnya, dan daun-adun kering
di pangkasnya. Tidak terasa waktu merambat semakin siang. Sambil menunggu istrinya
mengantarkan makan siang, Ia beristirahat di dangau yang terletak di pojok
Ladang. Dari atas dangau, Ia pun tersenyum puas menyaksikan hasil jerih
payahnya selama ini. Kerja keras memang harus di lakukan
karena ladang itulah tempat Ia menaruh seribu harapan.

Kesenian Daerah

Hampir di setiap daerah di indonesia terdapat kesenian daerah. Kesenian daerah dapat berupa tarian, maupun lagu-lagu daerah. Bahkan, ada juga kesenian daerah yang berupa upacara adat di daerah tertentu. Kesenian daerah ini berkembang sesuai dengan perkembangan adat istiadat daerah itu.

Banyaknya kesenian daerah di indonesia menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Salah satu tujuan mereka datang ke indonesia untuk menyaksikan kesenian di berbagai daerah. Hal ini dapat di maklumi karena kesenian daerah di indonesia sangat banyak dan kadang-kadang menganding ilmu-ilmu tertentu yang membawa daya tarik tersendiri.

Kesenian daerah merupakan sumber dari kebudayaan nasional. Kesenian daerah yang banyak di gemari orang, biasanya di jadikan kebudayaan nasional oleh pemerintah indonesia. Kesenian daerah ini tentu harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan itu, di antaranya sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia dan pantas di saksikan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga di perlukan lembaga pemerintah yang menilai kesenian-kesenian daerah di indonesia.

Berbagai kesenian daerah dapat kita saksikan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di TMII terdapat berbagai bentuk rumah adat dan sering menampilkan tarian adat, dan berbagai kesenian daerah yang lain yang ada di indonesia. Di sana sering di tampilkan berbagai pertunjukan kesenian daerah seperti ketoprak, wayang, ludruk, dan tarian-tarian daerah. Hal ini bertujuan untuk memamerkan kekayaan kesenian daerah dan menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Tugas kita sebagai warganegara indonesia merawat dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada dengan baik. Bahkan, kita di tuntut dapat mengembangkannya. Hal ini bukan tugas yang ringan. Namun, jika di landasi dengan niat dan tekad yang sungguh-sungguh, pasti kebudayaan bangsa kita akan berkembang pesat.